Ahlan wa Sahlan,  Terima kasih telah berkunjung  |  SMP IT Al-Fatah 
Select Menu
Select Menu

Favourite

Tentang SMP IT Al-Fatah

Dunia Islam

Palestina

Al-Quran

Inspirasi

Aktifitas Siswa

Hidup Sehatحياة الصحية

Sejarah

Video Pilihan

» » » » Sang Murabbi Murabithun


By Admin 19:09 0


 Oleh: Saud Alba Radinas

Kemaksiatan sudah meraja lela. Minuman keras, perzinahan menjangkiti masyarakat. Nikah dengan lebih dari empat wanita, tidak ada yang mengingkari padahal mereka pemeluk Islam. Perampokan, teror, permusuhan dan pertumpahan darah antar suku kerap terjadi. Negeri itu diselimuti kekacauan dan kezaliman berkepanjangan, menanti datangnya cahaya.

Demikianlah, kondisi sebuah negeri pada pertengahan abad ke 5 H di selatan Mauritania, sebuah Negara di Afrika Utara, yang didominasi oleh kabilah (suku) Sanhaja, satu suku besar pecahan suku Barbar Muslim,

Sanhaja sendiri terpecah pada dua suku besar, Judala dan Lamtuna. Yahya bin Ibrahim, kepala suku Judala sangat miris dengan kondisi yang ada. Fitrah bersihnya tidak tahan menyaksikan kondisi ini. Ingin sekali utuk merubah, tetapi dia tidak memiliki il
mu untuk melakukannya.

Setelah menunaikan ibadah haji pada tahun 440 H, Yahya menyempatkan diri mengunjungi para ulama di kota Qairawan, yang menjadi pusat peradaban Islam di Afrika Utara ketika itu.
 

Yahya bertemu dengan syeikh Abu Imran al-Fasyi seorang ulama besar mazhab Maliki. Dia memintanya untuk mengirim seorang ulama bersamanya guna mengembalikan kaumnya kepada Islam yang benar. Abu Imran menyanggupi hal tersebut dan mengirim seorang ulama melakukan misi tersebut.

Dialah syeikh Abdullah bin Yasin, seorang ulama besar dalam mazhab Maliki. Meniliki banyak murid di sepanjang pantai laut tengah di Afrika Utara. Yang kemudian mendirikan sebuah jamaah dakwah, yang menjadi cikal bakal berdirinya Dinasti Murabithun. Sebuah Negara yang ditakut para musuh Islam di Eropa karena
program jihad tahunan yang mereka lakukan . Ditakuti oleh Kerajaan Castile yang mundur seketika setelah berbulan bulan mengepung Seville, tatkala mendengar pemimpin Seville akan mengundang Murabithun menghalau kepungan Alfonso VI.


 Pada tahun itu juga Abdullah bin Yasin berangkat bersama Yahya bin Ibrahim al-Judaly menuju selatan Mauritania yang panas, meninggalkan pusat peradaban dan ilmu demi menyampaikan risalah Islam kepada manusia. Melintasi padang sahara masuk ke selatan Aljazair dan akhirnya sampai di daratan selatan Mauritania.
 
Di sana dia menemukan sebuah fenomena yang asing dan mengherankan. Dia mendapatkan manusia melakukan berbagai kemungkaran, namun tak seorangpun yang mengingkarinya.
 
Dia mulai menyeru manusia, mengingatkan mereka dengan risalah Islam. Namun semua orang menantangnya. Para oportunis yang memanfaatkan kondisi kebodohan ini mementahkan semua ajakannya. Masyarakat bergejolak dan mengancam keberadaan diri dan dakwahnya. Ada sedikit orang yang tergerak dan simpati dengan dakwahnya, tapi kondisi menghalangi mereka berinteraksi dengan sang Syeikh.

Satu, dua dan berulang kali dia bangkit bersama Yahya bin Ibrahim, sang kepala suku menyampaikan dakwah, tetapi mereka tetap bersikeras untuk menolak ajakan tersebut. Bahkan mereka mengancam akan memukul, mengusir dan membunuh syeikh Abdullah.
 
Syeikh Abdullah tetap tegar melanjutkan misi dakwahnya di bawah tekanan dan ancaman pembunuhan. Tapi apa daya, masyarakat memilih hidup dengan bergelimang dosa dan mati dalam kegelapan dari pada cahaya.

Muncul dibenaknya ide untuk pergi meninggalkan kampung itu, tetapi tidak sampai hati meninggalkan mereka dalam kondisi carut marut tanpa ada yang mengarahkan mereka kepada Islam.

Dia juga ingin sekali untuk menetap, tetapi pasti akan mati sia-sia. Andaikan kematiannya dapat memperbaiki kondisi yang ada, tentu akan dilakukan.
 
Syeikh Abdullah bin Yasin berfikir, berfikir dan terus berfikir lalu memutuskan untuk pergi menuju pedalaman gurun pasir, sampai ke sebuah tepian sungai yang terletak di hutan. Sebuah tempat yang jauh dari peradaban manusia, di bagian utara Negara Senegal.
 
Di tempat ini syeikh Abdullah mendirikan tenda yang sederhana. Misi dakwah kembali dimulai. Dia mengirimi para pemuda yang pernah tergugah dengan seruannya untuk datang.
 
Ketika mendengar kabar keberadaan syeikh Abdullah, lima pemuda dari suku Judala langsung bergerak menuju utara Senegal dan bertemu dengan sang Murabbi.
 
Dengan sabar syeikh Abdullah mentarbiyah dan mengajarkan mereka tentang Islam sebagaimana diturunkan kepada Rasulullah.

Dia memahamkan kepada mereka Islam yang sempurana dan komprehensif, yang mengatur seluruh lini kehidupan manusia. Mengajarkan mereka aqidah dan ibadah yang benar serta muamalah yang Islami.

Mereka dilatih menunggang kuda dan memilkul senjata dan dipahamkan makna jihad di jalan Allah. Mereka diajarkan hidup mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain. Dilatih berenang, menangkap ikan, memasaknya dan semua hal yang mereka butuhkan dalam kehidupan.
 
Para pemuda itu merasakan betapa manis dan indahnya agama ini. Sebuah perasaan yang tidak dapat mereka bendung. Mereka kembali ke suku Judala membawa perasaan itu, mengajak keluarga dan karib kerabat untuk sama-sama merasakan nikmat dan manisnya iman.
Setiap orang kembali ke perkemahan dengan membawa satu orang untuk mempelajari Islam dari tangan syeikh Abdullah.

Jumlah mereka bertambah dari lima orang menjadi sepuluh. Syeikh Abdullah pun mengajarkan mereka agama Islam.

Hari terus berlalu. Sepuluh orang terus bertambah menjadi dua puluh. Kemahpun menjadi sesak untuk ditempati. Kemah baru didirikan. Kemah ke tiga dan ke empat juga menyusul.
 
Lambat tapi pasti. Jumlah mereka terus berkembang. Manusia kembali mempelajari Islam. Dari jumlah lima puluh menjadi seratus, kemudian seratus lima puluh lalu menjadi dua ratusan. Syeikh Abdullah membagi mereka kepada beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari lima orang. Dan dari setiap kelompok dia pilih seseorang yang cerdas dalam ilmu. Kemudian diajarkanuntuk membimbing mereka rekan-rekan dalam beramal Islami.
 
Demikian manhaj syeikh Abdullah bin Yasin dalam menyebarkan dakwah Islam. Persis seperti manhaj Rasulullah di Darul Arqam bin Abil Arqam ketika mengajarkan Islam kepada masyarakat mekah. Persis seperti yang dilakukan oleh Rasulullah kepada tujuh puluh dua orang peserta baiat Aqabah ke dua, dimana Rasulullah membagi mereka menjadi dua belas kelompok, dan dari setiap kelompok ditunjuk satu orang sebagai naqib yang akan bertanggung jawab atas kelompoknya. Hal ini terus dilakukan Rasulullah sampai berdiri sebuah Negara Islam di Madinah.

Syeikh Abdullah penuh perhitungan dalam bergerak dan sangat memahami sunnah tadarruj dalam berdakwah. Dia tidak gegabah dan tergesa-gesa ingin menyaksikan hasil secara kilat di depan mata.

Hari demi hari berlalu, jumlah mereka kian bertambah. Pada tahun 444 H, setelah melewati dakwah selama empat tahun, muridnya sudah mencapai seribu orang. Sebuah jumlah yang fantasttis di masa itu, karena sangat solid dan terorganisir dengan rapi.
 
Mulailah syeikh Abdullah bin Yasin turun mendakwahkan Islam di tengah-tengah masyarakat bersama muridnya.

Jumlah mereka terus bertambah. Dari seribu orang menjadi seribu dua ratus, kemudian seribu tiga ratus.

Puluhan kemah telah berdiri di hutan Senegal tersebut. Mereka menamakan diri dengan nama Jamaah Murabithun. Jamaah yang siap selalu melakukan ar-Ribath, berjihad di jalan Allah dibawah pimpinan militer tangguh Yahya bin Ibrahim al-Judaly.
 
Tanpa disangka, pada tahun 445 H, Yahya bin Umar al-Lamtuny selaku pemimpin suku Lamtuna, tercerahkan dengan fikrah dakwah yang dibawa oleh syeikh Abdullah bin Yasin. Dia memutuskan untuk bergabung dengan Jamaah Murabithun. Lalu berbuat seperti apa yang pernah dilakukan oleh seorang sahabat yang bernama Sa’ad bin Mu’adz, pemimpin suku Aus di Madinah saat dia memeluk Islam, dimana ketika keisalamannya dia mengajak semua kaumnya untuk memeluk Islam.

Yahya bin Umar datang dan mengajak kaumnya untuk bergabung dengan jamaah Murabithun. Seluruh suku Lamtuna berbondong-bondong masuk ke dalam jamaah dakwah Murabithun.
Dalam sehari semalam jumlah pengikut jamaah Murabithun bertambah dari 1.300 orang menjadi 7.000 orang, angka yang cukup besar.

Selang tak berapa lama, kepala suku Lamtuna, meninggal dunia setelah membawa sejumlah manusia ke dalam kebaikan. Posisinya digantikan oleh saudaranya abu Bakar bin Umar al-Lamtuny.

Jamaah Murabithun mulai meluas menguasai utara Senegal sampai selatan Mauritania, mendakwahkan Islam kepada kabilah yang tersisa.

Pada tahun 451 H, jamaah Murabithun sudah berkembang mencapai 12.000 orang yang siap berjihad, selain wanita.

Dakwah Islam terus berkembang pesat di berbagai kabilah di Afrika Utara. Penerimaan dan sambutan perang menjadi sunnah berkembangnya sebuah dakwah.
 
Pada suatu misi dakwah menyampaikan Islam kepada satu suku, terjadilah penolakan yang keras dari mereka. Suku tersebut memerangi dan mengusir syeikh Abdullah. Ajal menjemputnya. Dia syahid dalam peperangan tersebut.

Sebelas tahun beliau berdakwah, dari tahun 440-451 H, kini beliau pergi dan meninggalkan murid yang siap hidup mendakwahkan Islam dan siap untuk mengemban misi jihad menjaga dakwah mereka. Pergi dengan meninggalkan sebuah jamaah dakwah yang bergerak atas manhaj Rasulullah. Sebuah jamaah yang solid dan terorganisir.

Pimpinan jamaah Murabithun kemudian dipegang oleh Abu Bakar bin Umar al-Lamtuny, sang kepala suku kabilah Lamtuna.

Dua tahun sepeninggal syeikh Abdullah, Abu Bakar bin Umar mendirikan sebuah Negara kecil di daerah utara Senegal sampai selatan Mauritania dengan nama Negara Murabithun. Misi dakwah dan jihad itu sekarang dikelola oleh sebuah Negara kecil yang baru berkembang.
 
Pada tahun 453 H terjadi pertikaian antar suku di kalangan muslimin di selatan Senegal. Abu Bakar turun tangan menyelesaikan pertikaian tersebut. Berangkatlah Abu Bakar dengan 7.000 tentara Murabithun. Sementara Negara kecil itu diserahkan kepada anak pamannya yang bernama Yusuf bin Tasyfin untuk dikelola selama kepergiannya melaksanakan misi dakwah di pedalaman Afrika.

Abu bakar berhasil menyelesaikan konflik antar suku muslim di selatan Senegal. Satu persatu suku di pedalaman Afrika ditaklukkan oleh syeikh Abu Bakar.
 
Lima belas tahun berkelana berjihad menyampaikan dakwah, dia kembali ke Murabithun pada tahun 468 H

Dia mendapatkan Negara Murabithun telah berkembang dan mengalami kemajuan pesat. Kekuasaan Murabithun meluas, dan sebuah kota yang bernama Marrakech telah berdiri sebagai ibu kota Negara.

Ternyata Yusuf bin Tasyfin sangat mampu memimpin Negara selama kepergiannya. Dia tidak diam begitu saja menunggu kepulangan syeikh Abu Bakar.
 
Selama masa penungguan itu, Yusuf terus bergerak ke utara Mauritania berjihad mendakwahkan Islam di tengah suku Barbar.

Dia berhasil menumpas Hayim bin Mannullah dari suku ghumara dan Shalih bin Tharif bin Syam’un dari suku Berghoata yang mengaku sebagai nabi umat islam di tengah suku Barbar Muslim.

Suku Zenata (Zannatah sunni) yang berpaham sekuler dan menyatakan perang atas dakwah Yusuf, juga berhasil diluruskan.

Pada tahun 468, dakwah dan kekuasaan Murabitun sudah mencapai seluruh Senegal, Mauritania, Maroko, Aljazair dan Tunisia. Negara Murabithun bertambah kuat dengan kekuatan 100.000 tentara berkuda.

Melihat kelihaian yusuf dalam memimpin, syeikh Abu Bakar yang baru saja pulang dari petualangan jihad, bangkit berdiri kemudian menyerah urusan Negara Murabithun sepenuhnya Kepada Yusuf bin Tasyfin. Suatu kejadian besar yang tidak akan ditemukan kecuali hanya dalam sejarah umat Islam.

Syeikh Abu bakar kembali berkelana ke daerah lain sampai dia masuk ke Negara Côte d'Ivoire (Pantai Gading), Mali, Burkina Faso, Niger, Ghana,Togo, Nigeria, Afrika Tengah, Kamerun, dan lainnya meliputiKurang lebih 20 negara Afrika moderen.
 
Pada tahun 478 H, Negara Murabithun sudah menguasai sepertiga benua Afrika, dari Tunisia sampai ke Jabon, dan dikenal sebagai Negara para mujahidin.
The Battle of Zalaca/Sagrajas.

Pada tahun 478 H (1086 M), datang utusan dari Andalusia untuk meminta bantuan kepada Yusuf untuk menyelamatkan Andalusia dari kejatuhan ke tangan kerajaan Castile Kristen pimpinan Alfonso VI.

Yusuf yang sudah berumur 78 tahun, menyambut hangat tawaran jihad di negeri Andalusia yang sudah terpecah menjadi 22 negara Islam.

Dia beerangkat dengan 7.000 pasukan dan meninggalkan ratusan ribu pasukannya untuk menjaga Negara Murabithun yang luas.

Pasukannya bergerak menuju kerajaan Castile di bagian utara Andalusia. Melihat kedatangan 7.000 mujahidin, semangat pendudduk Andalusia yang selama 80 tahun hilang dan tunduk kepada kerajaan Castile, bangkit beergabung dengan pasukan mujahidin.
 
Sampailah Yusuf di sebuah tempat perbatasan Andalusia dengan kerajaan Castile, yang kemudian hari disebut Zallaqah dengan kekuatan bertambah menjadi 30.000 tentara.
Alfonso VI datang dengan 60.000 tentara, yang di mobilisasi dari Perancis, Italia, Inggris dan Jerman.

Yusuf mengirimi Alfonso sebuah surat dan menawarkan tiga hal, masuk Islam, atau membayar jizyah, atau perang. Alfonso sangat marah dan menyatkan perang kepada Yusuf.
 
Jumat pagi 23 Oktober 1086 M, setelah usai melaksankan shalat subuh berjamaah, Alfonso Vi datang menyerang dengan semua bala tentaranya. Tetapi kaum muslimin dalam keadaan siap siaga.

Dua pasukan bertemu pada perang Zallaqah (The Battle of Zalaca). Barisan Kristen tercerai berai. Semua orang berkumpul di sekeliling Alfonso untuk melindungi keselamatan sang raja Kristen. Namun pasukan Yusuf mampu meluluh lantakkan barisan Alfonso.
 
Singkatnya, perang berakhir dengan kemenangan di tangan kaum muslimin, setelah kedatangan pasukan elit Murabithun membabat habis sisa tentara Alfonso sampai ke akar-akarnya.
 
Tentara Kristen tewas sebanyak 59.550 tentara. Sebanyak 450 tentara mundur kocar-kacir bersama Alfonso di tengah kegelapan malam. Alfonso berhasil sampai ke Toledo dengan 100 orang tentara berkuda. Sementara 350 tentara lainnya tewas berguguran akibat luka parah yang menggenaskan. Alfonso sendiri pulang dengan kehilangan satu kaki. Dan tewas dengan luka yang dideritanya. Sebuah perang yang dahsyat memang.

Yusuf pulang ke Afrika Utara, dan kembali lagi ke Andalusia, setelah fatwa dari Imam Al-Ghazali dan Abu Bakar ath-Tharthusy untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antar pemimpin Islam di Andalusia pasca pembagian rampasan perang Zallaqah.
 
Selanjutnya Andalusia seluruhnya digabungkan ke dalam kekuasaan Dinasti Murabithun setelah berhasil membebaskan kota-kota yang dikuasai Kristen.

Rahimahullah syeikh Abdullah bin Yasin. Terusir sendirian, kemudian datang dengan ribuan pejuang



[Berbagai Sumber]

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post
0 Comments
Tweets
Komentar

No comments

Leave a Reply