Sejenak Merenungi Iman
By Admin
19:40
0
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan Islam rahmat untuk seluruh alam. Shalawat dan salam kita doakan semoga tercurah selalu bagi Rasulullah yang telah membina para sahabatnya untuk berjuang menyebarkan Islam ke seluruh pelosok negeri untuk mengenalkan Sang pencipta semesta alam. sehingga kitapun merasakan rahmat Allah ini. Sulit mencari orang yang mau menerima Islam dan kemudian mau berjuang untuk menyebarkan risalah ini. Inilah yang dialami Rasulullah di awal masa dakwah di Mekkah. Hanya sedikit orang yang menerima seruan baru tersebut dan mampu bertahan dengan sabar melalui berbagai cobaan dan siksaan di Mekkah. Namun mereka memiliki kwalitas iman yang tiada duanya.
Pasca hijrah ke Madinah, Rasulullah mulai menata masyarakat muslim dan mengembangkan cikal bakal negara Islam yang kokoh, ditopang kekuatan militer yang siap menjaga dakwah Islam dari berbagai kemungkinan serangan musuh. Beberapa tahun setelah melewati beberapa peperangan sulit yang ditandai dengan berakhirnya perang Ahzab pada tahun ke 5 H, ribuan orang masuk Islam berbondong-bondonmg.
Semua kabilah bergantian mengirim utusan mereka kepada Rasuullah. Ini terbukti dengan meningkatnya jumlah umat Islam dari tiga ribu prajurit di perang Ahzab, menjadi sepuluh ribu prajurit ketika penaklukan kota Mekkah tahun ke 8 H. Dan menjadi seratus ribu orang, dua tahun berikutnya ketika masa haji wada' tahun ke 10 H Ini artinya tanggung jawab masyarakat muslim bertambah. Mereka harus mengenalkan Islam kepada pemeluk baru agama ini.
Dalam Islam orang yang mengucapkan dua syahadat, dianggap telah muslim meski mereka masuk Islam dengan sukarela ataupun terpaksa karena telah melihat kekuatan Islam yang semakin hari semakin kuat, seperti para munafiq yang menyembunyikan kekufuran dan kebencian di hati mereka. Padahal Rasulullah mengetahui nama-nama mereka melalui wahyu dari Allah dan itupun dikabarkan ke Hudzaifah bin Yaman .Namun Rasulullah tetap berinteraksi dengan mereka seperti mukmin lainnya. Maka tak heran apabila Rasulullah marah kepada Usamah bin Zaid karena dia telah membunuh seorang yang telah bersyahadat dalam sebuah misi memerangi sekelompok orang dari kabilah Juhaynah, meski Usamah bin Zaid telah menerangkan kepada Rasulullah bahwa dia bersyahadat hanya untuk berlindung supaya tidak dibunuh karena kondisinya yang sudah terdesak. Disini Rasulullah memberikan pengajaran kepada para sahabat dan kita semua bahwa urusan hati hubungannnya dengan Allah dan kita manusia hanya menilai Zhahir saja.
Ternyata seorang muslim terkadang belum sepenuhnya beriman. Allah menyebutkan ini dalam firman-Nya "Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah Islam (tunduk)', Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu".(Q.S Al-Hujurat : 14).
lebih kurang demikian kondisi kita. karena terkadang kita Islam hanya karena ibu bapa dan nenek kakek kita Islam. Belum merasakan manisnya iman yang selalu disebut Rasulullah.
Iman bukanlah sebuah perkara enteng yang sekedar menumpang lewat di benak, yang dianggap remeh, sembari dibiarkan begitu saja terlupakan, Iman juga bukan hanya ucapan yang apabila seseorang mengucapkannya seseorang itu dikatakan orang yang beriman. karena Betapa banyak orang munafik yang mengatakan beriman dengan mulutnya tetapi hatinya tidak beriman. Allah berfirman "Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman", (Q.S Al-Baqarah : 8).
Iman juga bukan sekedar melakukan amalan-amalan dan syiar agama. karena betapa banyak orang yang bermunculan dengan amalan kebaikan, syiar-syiar ibadah tetapi hati mereka rusak, jauh dari kebaikan tersebut. Lidahnya selalu menusuk hati orang dan menebar dusta dan fitnah. Tidak memiliki kelembutan terhadap sesama. orang lain tidak aman dari tindak-tanduk dan perilakunya.
Iman juga bukan sekedar wawasan pengetahuan dan cakrawala berfikir bagi otak manusia. Berapa banyak orang yang mempelajari hakikat iman tetapi dia tidak beriman sebenarnya karena pada dirinya masih terdapat kesombongan, kedengkian, cinta dunia yang membuat mereka menolak kebenaran.
Iman adalah sebuah keyakinan seseorang yang tertancap di dalam lubuk hati, dengan pembenaran hati terhadap Allah dan Rasul-Nya tanpa ada keraguan sedikitpun yang membuat hati tentram, kokoh lagi yakin, tidak tergoncang oleh apapun. Diucapkan oleh lidah secara sadar yang seterusnya memiliki pengaruh baik dalam kehidupan sehari-hari. Iman berhubungan erat dengan keberadaan manusia di bumi ini dan kesudahannya di akhirat, menentukan kebahagian atau kepedihan yang akan dirasakan seseorang, surga selama-lamanya atau neraka selama-lamanya. Semestinya kita memiki waktu untuk berfikir dan merenung tentang iman ini dan bertanya-tanya pada diri sejauh mana ketenteraman hati, bagaimana pengaruh iman di dalam kehidupan kita.
Iman yang memenuhi relung hati akan melahirkan kebaikan-kebaikan, Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits "...Ketahuilah, di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, apabila daging itu baik, baiklah seluruh tubuhnya, dan apabila daging itu rusak, rusaklah seluruh tubuh, Ketahuilah dia adalah hati",(H.R Bukhari dan Muslim
Begitulah Rasulullah menggambarkan eratnya hubungan iman dengan akhlak yang tergambar dalam amalan anggota tubuh.
Seseorang yang benar-benar beriman memiliki nilai diri dan kwalitas yang tinggi. Terkadang satu orang senilai satu umat. seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq yang timbangannya sebanding dengan timbangan seluruh umat. Kadang satu orang sebanding seribu orang. Seperti yang dihitung Umar bin Khatthab ketika memberi bantuan kepada Amru bin Ash ketika membuka Mesir. Kadang satu orang nilainya sebanding sepuluh orang, atau sebanding dua orang. Seperti yang di ceritakan dalam firman Allah
" Hai nabi, Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. Sekarang Allah Telah meringankan kepadamu dan dia Telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar’’.
(Q.S Al-Anfal :65-66)
Sebaliknya ketika keimanan melemah nilai dan kwallitas diri seseorang akan menurun. Sekelompok orang tidak sebanding dengan satu orang. Jika bertambah lemah dan bertambah lemahnya iman, satu umatpun akan menjadi seperti buih. Seperti buih yang ada dilautan.
Seseorang yang benar-benar beriman akan mampu mebebaskan dirinya dari penguasaan orang lain sehingga tidak ada yang memiliki dirinya kecuali Allah. Harta tidak bisa menguasainya. Hawanafsu tidak mampu memperbudaknya.
"Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman." (Q.S Al 'Araf:188)
Orang yang beriman memiliki keberanian dan kekuatan selalu berkorban untuk kebenaran, tanpa ada rasa takut kepada siapapun kecuali Allah. Dan itu tidak dimiliki kecuali orang beriman. Allah menggambarkan ketegaran mereka dalam firmannya
"Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamu, sedang segolongan lagi elah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: "Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?." Katakanlah: "Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah." Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: "Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini." Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh." Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati" (Q.S Ali imran: 154),
Seseorang yang beriman dia akan meyakini bahwasanya yang memberi rezki adalah Allah. Tidak bergantung kepada orang lain. Firman Allah menagatakan "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)". (Q.S : Hud : 6),
Dia akan mendahulukan cinta Allah dan Rasulnya daripada selainnya. Berjuang di jalan Allah untuk menegakkan kalimat Allah, tidak takut pada siapapu kecuali hanya kepada Allah. Menjauhi kelezatan dunia dan syahwat duniawi. Bertawakkal kepada Allah setelah berusaha dan mengambil berbagai macam Al-Asbab tampa keraguan sedikitpun untuk berjuang.
Rasulullah bersabda "Orang yang paling sempurna Imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya…".(H.R Turmudzi –Hasan Shahih-)
Wallahu A'lam
Oleh: Saud Alba Radinas
Pasca hijrah ke Madinah, Rasulullah mulai menata masyarakat muslim dan mengembangkan cikal bakal negara Islam yang kokoh, ditopang kekuatan militer yang siap menjaga dakwah Islam dari berbagai kemungkinan serangan musuh. Beberapa tahun setelah melewati beberapa peperangan sulit yang ditandai dengan berakhirnya perang Ahzab pada tahun ke 5 H, ribuan orang masuk Islam berbondong-bondonmg.
Semua kabilah bergantian mengirim utusan mereka kepada Rasuullah. Ini terbukti dengan meningkatnya jumlah umat Islam dari tiga ribu prajurit di perang Ahzab, menjadi sepuluh ribu prajurit ketika penaklukan kota Mekkah tahun ke 8 H. Dan menjadi seratus ribu orang, dua tahun berikutnya ketika masa haji wada' tahun ke 10 H Ini artinya tanggung jawab masyarakat muslim bertambah. Mereka harus mengenalkan Islam kepada pemeluk baru agama ini.
Dalam Islam orang yang mengucapkan dua syahadat, dianggap telah muslim meski mereka masuk Islam dengan sukarela ataupun terpaksa karena telah melihat kekuatan Islam yang semakin hari semakin kuat, seperti para munafiq yang menyembunyikan kekufuran dan kebencian di hati mereka. Padahal Rasulullah mengetahui nama-nama mereka melalui wahyu dari Allah dan itupun dikabarkan ke Hudzaifah bin Yaman .Namun Rasulullah tetap berinteraksi dengan mereka seperti mukmin lainnya. Maka tak heran apabila Rasulullah marah kepada Usamah bin Zaid karena dia telah membunuh seorang yang telah bersyahadat dalam sebuah misi memerangi sekelompok orang dari kabilah Juhaynah, meski Usamah bin Zaid telah menerangkan kepada Rasulullah bahwa dia bersyahadat hanya untuk berlindung supaya tidak dibunuh karena kondisinya yang sudah terdesak. Disini Rasulullah memberikan pengajaran kepada para sahabat dan kita semua bahwa urusan hati hubungannnya dengan Allah dan kita manusia hanya menilai Zhahir saja.
Ternyata seorang muslim terkadang belum sepenuhnya beriman. Allah menyebutkan ini dalam firman-Nya "Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah "Kamu belum beriman, tapi katakanlah 'kami telah Islam (tunduk)', Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu".(Q.S Al-Hujurat : 14).
lebih kurang demikian kondisi kita. karena terkadang kita Islam hanya karena ibu bapa dan nenek kakek kita Islam. Belum merasakan manisnya iman yang selalu disebut Rasulullah.
Iman bukanlah sebuah perkara enteng yang sekedar menumpang lewat di benak, yang dianggap remeh, sembari dibiarkan begitu saja terlupakan, Iman juga bukan hanya ucapan yang apabila seseorang mengucapkannya seseorang itu dikatakan orang yang beriman. karena Betapa banyak orang munafik yang mengatakan beriman dengan mulutnya tetapi hatinya tidak beriman. Allah berfirman "Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman", (Q.S Al-Baqarah : 8).
Iman juga bukan sekedar melakukan amalan-amalan dan syiar agama. karena betapa banyak orang yang bermunculan dengan amalan kebaikan, syiar-syiar ibadah tetapi hati mereka rusak, jauh dari kebaikan tersebut. Lidahnya selalu menusuk hati orang dan menebar dusta dan fitnah. Tidak memiliki kelembutan terhadap sesama. orang lain tidak aman dari tindak-tanduk dan perilakunya.
Iman juga bukan sekedar wawasan pengetahuan dan cakrawala berfikir bagi otak manusia. Berapa banyak orang yang mempelajari hakikat iman tetapi dia tidak beriman sebenarnya karena pada dirinya masih terdapat kesombongan, kedengkian, cinta dunia yang membuat mereka menolak kebenaran.
Iman adalah sebuah keyakinan seseorang yang tertancap di dalam lubuk hati, dengan pembenaran hati terhadap Allah dan Rasul-Nya tanpa ada keraguan sedikitpun yang membuat hati tentram, kokoh lagi yakin, tidak tergoncang oleh apapun. Diucapkan oleh lidah secara sadar yang seterusnya memiliki pengaruh baik dalam kehidupan sehari-hari. Iman berhubungan erat dengan keberadaan manusia di bumi ini dan kesudahannya di akhirat, menentukan kebahagian atau kepedihan yang akan dirasakan seseorang, surga selama-lamanya atau neraka selama-lamanya. Semestinya kita memiki waktu untuk berfikir dan merenung tentang iman ini dan bertanya-tanya pada diri sejauh mana ketenteraman hati, bagaimana pengaruh iman di dalam kehidupan kita.
Iman yang memenuhi relung hati akan melahirkan kebaikan-kebaikan, Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits "...Ketahuilah, di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, apabila daging itu baik, baiklah seluruh tubuhnya, dan apabila daging itu rusak, rusaklah seluruh tubuh, Ketahuilah dia adalah hati",(H.R Bukhari dan Muslim
Begitulah Rasulullah menggambarkan eratnya hubungan iman dengan akhlak yang tergambar dalam amalan anggota tubuh.
Seseorang yang benar-benar beriman memiliki nilai diri dan kwalitas yang tinggi. Terkadang satu orang senilai satu umat. seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq yang timbangannya sebanding dengan timbangan seluruh umat. Kadang satu orang sebanding seribu orang. Seperti yang dihitung Umar bin Khatthab ketika memberi bantuan kepada Amru bin Ash ketika membuka Mesir. Kadang satu orang nilainya sebanding sepuluh orang, atau sebanding dua orang. Seperti yang di ceritakan dalam firman Allah
" Hai nabi, Kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. Sekarang Allah Telah meringankan kepadamu dan dia Telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar’’.
(Q.S Al-Anfal :65-66)
Sebaliknya ketika keimanan melemah nilai dan kwallitas diri seseorang akan menurun. Sekelompok orang tidak sebanding dengan satu orang. Jika bertambah lemah dan bertambah lemahnya iman, satu umatpun akan menjadi seperti buih. Seperti buih yang ada dilautan.
Seseorang yang benar-benar beriman akan mampu mebebaskan dirinya dari penguasaan orang lain sehingga tidak ada yang memiliki dirinya kecuali Allah. Harta tidak bisa menguasainya. Hawanafsu tidak mampu memperbudaknya.
"Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman." (Q.S Al 'Araf:188)
Orang yang beriman memiliki keberanian dan kekuatan selalu berkorban untuk kebenaran, tanpa ada rasa takut kepada siapapun kecuali Allah. Dan itu tidak dimiliki kecuali orang beriman. Allah menggambarkan ketegaran mereka dalam firmannya
"Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamu, sedang segolongan lagi elah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: "Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?." Katakanlah: "Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah." Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: "Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini." Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh." Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati" (Q.S Ali imran: 154),
Seseorang yang beriman dia akan meyakini bahwasanya yang memberi rezki adalah Allah. Tidak bergantung kepada orang lain. Firman Allah menagatakan "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)". (Q.S : Hud : 6),
Dia akan mendahulukan cinta Allah dan Rasulnya daripada selainnya. Berjuang di jalan Allah untuk menegakkan kalimat Allah, tidak takut pada siapapu kecuali hanya kepada Allah. Menjauhi kelezatan dunia dan syahwat duniawi. Bertawakkal kepada Allah setelah berusaha dan mengambil berbagai macam Al-Asbab tampa keraguan sedikitpun untuk berjuang.
Rasulullah bersabda "Orang yang paling sempurna Imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya…".(H.R Turmudzi –Hasan Shahih-)
Wallahu A'lam
Oleh: Saud Alba Radinas